HADITS TARBAWI : KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dewasa ini banyak kita ketahui tentang adanya perilaku yang menyimpang di berbagai kalangan. Hal itu disebabkan karena berbagai faktor, salah satunya adalah kurangnya kepedulian orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua cenderung sibuk dengan karirnya sendiri, sehingga mereka kurang bisa memenuhi tanggung jawabnya sebagai orang tua.
Melihat adanya fenomena tersebut, maka sudah selayaknya sebagai orang tua haruslah dapat mendidik anaknya dengan baik, terutama dalam mendidik akhlak anak. Orang tua sebaiknya mendidik anaknya dengan akhlaqul karimah sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
 Maka dari itu sedikit uraian tentang kewajiban orang tua terhadap anak akan kami jelaskan dalam makalah ini.

B.    Rumusan Masalah
Apa saja kewajiban orang tua terhadap anak?
Bagaimana cara mendidik anak yang baik dan benar?
Bagaimana seorang pemimpin yang baik dan bijaksana?
Bagaimana peran kepala keluarga yang baik terhadap keluarganya?
C.    Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui beberapa kewajiban orang tua terhadap anak. 
2. Untuk mengetahui cara-cara mendidik anak yang baik dan benar.
3. Untuk mengetahui seorang pemimpin yang baik dan bijaksana.
4. Untuk mengetahui peran yang seharusnya dilakukan seorang ayah terhadap keluarganya.
BAB II
PEMBAHASAN : KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAK
A.    Hadits Tentang  Kewajiban Orang Tua terhadap Anak
حَقُّ الْوَلَدِ عَلَى وَالِدِهِ اَنْ يُحْسِنَ اِسْمُهُ وَيَحْسِنُ مَوْضِعَهُ وَيُحْسِنُ اَدَبَهُ (رواه البيهقى )
Artinya : “Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nama yang baik, memberi tempat tinggal yang baik, dan mengajari sopan santun ". (HR. baihaqi)
Kosa kata :
حَقُّ الْوَلَدِ :  Hak Anak Itu   
اَنْ يُحْسِنُ اِسْمُهُMemberi Nama Yang Baik : 
وَيُحْسِنُ مَوْضِعَةُ  Dan Memberi Tempat Tinggal yang Baik :
وَيُحْسِنُ اَدَبَهُ   Dan Mengajari Sopan Santun: 
1)    Kewajiban orang tua ketika seorang anak lahir
Ada beberapa akhlak dalam menyambut kelahiran anak. Diantaranya: Pertama, membacakan azan dan iqomah ditelinga bayi. Tindakan ini pendidikan awal bagi anak begitu lahir di dunia. Menurut ilmu kedokteran bayi yang baru dilahirkan sebenarnya sudah bisa mendengar. Jadi sangat patut  jika kalimat yang didengarnya adalah seruan Yang Maha Agung. Caranya adzan dikumandangkan ditelinga kanan dan disusul iqamah di telinga kiri. Rosulullah bersabda ,” barangsiapayang anaknya baru dilahirkan kemudian dikumandangkan adzan ditelinga kanannya dan iqamah ditelinga kirinya, anak yang baru lahir itu kelak akan diselamatkan dari gangguan jin.”
Kedua, melakukan tahnik yaitu menggosok langit-langit bayi dengan kurma. Caranya, kurma yang dikunyah diletakan di atas jari, kemudian jari dimasukan ke mulut bayi, digerak- gerakan ke kanan dan ke kiri dengan lembut hingga merata. Jika sukar mendapat kurma, bisa dengan makanan manis lainnya.
Hal yang lebih utama, tahnik dilakukan oleh seseorang yang shaleh dan bertakwa. Ini merupakan upaya agar anak dikemudian hari menjadi saleh.
Ketiga, memberinya nama yang baik. Rosulullah bersabda,
عَنْ اَبِى الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِاَسْمَا ئِكُمْ وَبِاَسْمَاءِ آبَائِكُمْ . فَاَحْسِنُوْا اَسْمَائَكُمْ. ]ابوداود 4: 287، منقطع، لان عبد الله بن ابى زكرياء لم يدرك ابا الدرداء[
” sesungguhnya pada hari kiamat kelak, kalian akan dipanggil dengan nama- nama kalian dan nama-nama bapak kalian. Oleh karena itu berikanlah nama yang baik pada anak- anak kalian.” (H.R. Abu  Dawud).
Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu pemberian nama. Ada yang mengatakan sejak hari pertama, dan ada pula yang berpendapat pada hari ketujuh. Akan tetapi semua ulama sepakat bahwa islam memberikan kelonggaran terhadap waktu pemberian nama anak. Boleh pada hari pertama, boleh pada hari ketiga, dan boleh pada hari ketujuh. Memberi nama yang baik kepada anak merupakan tuntutan islam. Nama bukan tidak penting, ia mengandung unsur doa, harapan dan sekaligus pendidikan. Nama juga dapat mempengaruhi psikologi anak dalam kehidupannya. Bila ia diberi nama Saleh, maka ia akan terbebani  jika tidak melakukan perbuatan yang saleh. Dengan kata lain nama setidak- tidaknya menjadi benteng bagi sang anak dalam mengarungi samudra kehidupan.
Keempat, melakukan akikah bagi orang tua yang mampu. Hukum menunaikannya adalah sunah. Akikah adalah ritual menyembelih kambing yang dagingnya disedekahkan kepada fakir miskin. Untuk anak perempuan kambing yang disembelih satu ekor, sedangkan bagi anak laki- laki yang disembelih dua ekor.
Kelima, mencukur rambut dan bersedekah. Diantara perkara sunah dalam menyambut kelahiran anak adalah mencukur rambut sang anak pada hari ketujuh kelahirannya. Praktik pencukuran rambut ini berlaku secara menyeluruh. Artinya seluruh rambut pada kulit kepala digunduli. Tidak boleh hanya memotong sebagian rambut dan meninggalkan sebagian yang lain. Larangan ini mengandung hikmah tersendiri, yakni menggambarkan sifat keadilan. Artinya manusia diperintahkan berlaku adil walaupun terhadap diri sendiri. Tindakan mencukur sebagian kepala  dan meninggalkan sebagian lainya merupakan suatu tindakan zalim, karena hal itu menyebabkan sebagian kepala ditutupi dan sebagian lain  terbuka tanpa rambut. Keenam, memberikan ucapan selamat dan mendoakan kesejahteraan anak, serta turut bergembira dengan kelahirannya. Sunah ini berlaku bagi orang lain yang menyaksikan kelahiran sang anak.  
2)    Mendidik anak dengan baik
Sebagai amanat Allah yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan- Nya, anak memerlukan pendidikan yang baik dan memadai dari orang tua. Pendidikan ini bermakna luas, baik berupa akidah, etika maupun hukum islam. selain itu pendidikan tidak hanya dapat dijalankan di sekolah, tetapi juga di rumah. Seperti hadis yang diriwayatkan dari Abu Dawud : 

عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ* (أخرجه ابوداود في كتاب الصلاة)
Artinya : Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata; Rasulullah SAW bersabda, “Suruhlah anak-anakmu melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat itu jika berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka". (HR. Abu Dawud).
Kosa kata: 
مُوْرُا اَوْلَادَكُمْ :   Suruhlah Anak-anakmu وَاضْرِبُوْهُمْDan Pukullah Mereka   :  
وَفَرِّقُوْا Dan Pisahkanlah    :             الْمَضَاجِعِ  Tempat Tidur  :   
Di sekolah hanya dilakukan jika anak sudah cukup umur. Sedang pendidikan di rumah dimulai sejak masih kecil sampai beranjak dewasa. Rosulullah mengajarkan bahwa jika anak sudah mendekati masa baligh, hendaknya dipisahkan antara tempat tidur anak laki- laki dengan anak perempuan. Begitu pula dengan tempat tidur dengan orang tuanya. Setelah anak berusia tujuh tahun, hendaknya orang tua memerintahkan untuk shalat dan puasa sebagai wahana pemberdayaan. Orang tua diperkenankan menghukum pada umur sepuluh tahun, kalau ia lalai menunaikan kewajiban. Hukuman bagi anak tidak boleh bersifat menyakiti atau menimbulkan cacat.
Jika orang tua memerintahkan sesuatu kepada anak maka mereka juga melaksanakan perintah tersebut. Perintah orang tua yang tidak disertai teladan, sulit untuk dipatuhi anak. Sebab kecenderungan anak akan meniru orang tua.
3)    Mengawinkan ketika menginjak dewasa
Orang tua berkewajiban menikahkan anaknya jika sudah tiba waktunya untuk menikah. Kewajiban orang tua dalam hal ini menyangkut pencarian calon untuk anak apabila ia belum memperoleh pasangan. Dalam pernikahan, peran orang tua, terutama bapak sangat vital bagi anak perempuan. Dalam tuntunan islam setiap perempuan yang hendak menikah  harus disertai dengan kehadiran walinya. Ia tidak bisa menikahkan dirinya sendiri. Berbeda dengan anak laki- laki yang pernikahanya bisa sah meski tanpa kehadiran wali.
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi
Kosa Kata: 
مَعْشَرَ الشَّبَابِ  Generasi Muda  : مَنِ السْتَطَاعَ  Barang siapa yang mampu :   
الْبَاءَتَ    Berkeluarga  :           فَاْيَتَزَوَّتْ  Menikahlah :         
اَغَضٌّ لِلْبَصَرِ  Menjaga Pandangan  :   وَاَحْسَنُ لِلْفَرْجِ  Memelihara Kemaluan :  
وِجَاءٌMengendalikan  :           
Orang tua hendaknya bertanggung jawab terhadap keluarga dan keturunanya,jangan sampai dia dan keturunannya mendapatkan kemurkaan dari Allah.Maka hendaknya pemimpin keluarga memberikan pelajaran agama yang baik kepada anak keturunannya agar mereka dapat menjadi anak yang shahih/shalihah.
Selain uraian diatas kewajiban orang tua terhadap anaknya antara lain adalah :
1). عنْ أبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمْ  قَالَ: تُنْكَحُ المَرْأةُ لِأَرْبَعٍ: لمِالِهَا، وَلِحَسَبِهَا،
وَلِجَمَالِهَا، وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكْ
Dari Abu Hurairah ra, nabi SAW Berkata:  nikahilah perempuan karena 4 hal: hartanya, keturunannya, rupanya dan agamanya. Dan yang di sebutkan terakhir adalah yang utama dari keempat syarat yang telah disebutkan (H.R Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
2). Berlindung kepada Allah sebelum melangsungkan acara jimak, karena tanpa membaca “Bismillahi Allahumma Jannibnasy syaithaana Wajannibisy   syaithaana mimmaa razaqtana” setan akan ikut menjimaki sang istri.

- هِيَ لَكَ عَلىٰ أَنْ تُحْسِنَ صُحْبَتَهَا

“Ia bagimu agar kamu memperbagus pergaulan dengannya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani (1/176/1): “Telah bercerita kepadaku Ahmad bin Amer Al-Bazzar: “Telah bercerita kepadaku Zaid Ibnu Akhzam: Telah bercerita kepadaku Abdullah bin Dawud dari Musa bin Qais, dari Hajar bin Qais dimana dia menemukan kehidupan jahiliyyah, selanjutnya menceritakan: “Ali radiallahu anhu menceritakan kepada Rasulullah sallallahu alaihi wasallam tentag Fatimah radiallahu anha, kemudian beliau bersabda: lalu menyebutkan hadits ini.
Hadits ini shahih sanadnya. Semua perawinya tsiqah. Sedangkan Abdullah Ibnu Dawud adalah Ibnu Abdurrahman Al-Harbi, dan Al-Bazzar adalah Al-Hafizh, penulis Al-Musnad yang terkenal itu.
3).  والحديث الثاني: ما رواه البيهقي أيضاً في (الشعب) بسند فيه ضعف عن الحسن بن علي أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: “مَن وُلد له مولود، فأذّن في أُذنه اليمنى، وأقام في أذنه اليسرى، رفعت عنه أم الصبيان” 
Al Baihaqi meriwayatkan juga dalam As Sya’b dengan sanad yang lemah dari Al Hasan ibn Ali bahwa Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang dikaruniai anak, lalu ia mengadzani telinga kanannya, dan iqamah di telinga kirinya, maka Ummu Shibyan (jin perempuan) tidak akan mengganggunya” [HR Al Baihaqi dalam Sya’bul Iman (8619), dan Imam Al Baihaqi berkata setelah dua hadits tersebut : dalam sanad keduanya terdapat kelemahan]
4).    وَعَنْ سَمُرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ, تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ, وَيُحْلَقُ, وَيُسَمَّى ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيّ 
Dari Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya; ia disembelih hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur, dan diberi nama." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi.
5) . عَنْ اَبِي اْلمَلِيْحِ بْنِ اُسَامَةَ عَنْ اَبِيْهِ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: اْلخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرّجَالِ مَكْرُمَةٌ لِلنّسَاءِ.
 احمد: 7: 381، رقم: 20744
Melakukan penyunatan, Hukum penyunatan adalah wajib bagi anak laki-laki dan kemuliaan bagi anak perempuan. (H.R Ahmad dan Baihaqi).
6).   Menyediakan pengasuh, pendidik/guru yang baik, kuat beragama dan berakhlak mulia, kalau orang tuannya kurang  mampu.akan tetapi yang terutama bagi yang mampu adalah orang tuannya, di samping guru di sekolah dan ustadz di pengajian.
7). Mengajarnya membaca dan memahami Al-Qur’an, memberikan pendidikan jasmani. (H.R Baihaqi dari Ibnu Umar).
8). Memberikan makanan yang halal untuk anaknya.Rasulullah Saw. Pernah mengajarkan sejumlah anak untuk berpesan kepada orang tuanya dikala keluar mencari nafkah “selamat jalan ayah, Jangan sekali-kali engkau membawa pulang kecuali yang halal dan tayyib saja,” kami mampu bersabar dari kelaparan, tetapi tidak mampu menahan azab Allah Swt. Membiasakan berakhlak Islami dalam bersikap, berbicara, dan bertingkah laku, sehingga  semua kelakuanya menjadi terpuji menurut islam. 
أَرْبَعٌ إِذَا كُنَّ فِيْكَ فَلاَ عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا: حِفْظُ أَمَانَةٍ، وَصِدْقُ حَدِيْثٍ، وَحُسْنُ خَلِيْقَةٍ، وَعِفَّةٌ فِي طَعْمَةٍ
“Empat perkara bila keempatnya ada padamu maka tidak mengapa apa yang terlewatkanmu dari perkara duniawi: menjaga amanah, ucapan yang jujur, akhlak yang baik, dan menjaga (kehalalan) makanan.” (Shahih, HR. Ahmad dan Ath-Thabarani dan sanad keduanya hasan, Shahih At-Targhib no. 1718)  
9). Menanamkan  etika malu pada tempatnya dan membiasakan  minta izin keluar/masuk rumah, terutama ke kamar orang tuanya, teristimewa lagi saat-saat zairah dan selepas shalat isya’. (Al-qur’an surat An-nur : 56).
10). كُلُّ شَئٍ لَيْسَ مِنْ ذِكْرِاللهِ فَهُوَ لَهْوٌ اَوْ سَهْوٌ اِلَّا اَرْبَعُ خِصَالٍ : مَشْيُ الرَّ جُلِ بَيْنَ الْغَرَضَيْنِ (اى الرَّمى) وَتَأْدِيْبُهُ فَرَسَهُ وَمُلاَعَبَتُهُ أَهْلَهُ وَتَعْلِيْمُهُ السِّبَاحَةَ
Diriwayatkan oleh Ath-Tahbrani bahwa rasulullah bersabda: “ setiap sesuatu yang tidak termasuk mengingat allah adalah permainan yang sia-sia kecuali empat hal: berjalannya seseorang untuk memanah, berlatih menunggang kuda, bercanda dengan keluarga, dan mengajarnya berenang.” 
Berlaku kontuitas dalam mendidik, membimbing dan membina mereka. Demikian juga dalam penyandangan dana dalam batas kemampuan,sehingga sanh anak mampu berdikari.(H.R Abu Daud bari abu Qalaabah).
11). ؟  اَلَا سَوَّيْتَ بَيْنَهُمَا
“ Hendaknya engkau memperlakukan sama kedua anakmu itu”. (H.R Muslim dari Anas bin Malik). Maksudnya, Berlaku adil dalam memberi perhatian,wasyiat,biaya dan cinta kasih kepada mereka.
سَاوُوْابَيْنَ اَوْلَادِكُمْ فِى الْعَطِيَّةِ
“Perlakukanlah pemberian terhadap anak-anakmu itu dengan sama” (H.R. Thabrani) 












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan 
Anak adalah nikmat Allah Swt. yang tak ternilai dan pemberian yang tak terhingga.Tidak ada yang lebih tau besarnya karunia ini selain orang yang tidak atau belum memiliki anak. Nikmat yang agung ini merupakan amanah bagi kedua orang tuanya, yang kelak akan dimintai pertangung jawabannya,apakah keduanya telah menjaganya atau justru menyia-nyiakannya. Rosulullah SAW bersabda,” Setiap kalian adalah pemimpin ,dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang iman adalah pemimpin dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya ,dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia akan ditanya akan kepemimpinannya. Inilah sekelumit makalah yang kami sampaikan tentang kewajiban orang tua terhadap anaknya.












DAFTAR PUSTAKA
Tohirin. 2008. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Najib khalid Al-amir, Tarbiyah Rasulullah, ( Jakarta: Gema Insani Press, 1996)
Dr. Abdullah nasish Ulwan, Mengembangkan Kepribadian Anak, ( Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1992)
http://chamimampel.blogspot.com/2013/09/kewajiban-orang-tua-terhadap-anak.html

Komentar

  1. Aqiqah Tasikmalaya

    Masya Allah. Alhamdulillah tulisannya sangat menginspirasi. semoga semakin berkah

    BalasHapus
  2. Nah yang seperti ini yang seharusny di sebar luas biar banyak orang tau apa dan bagaimana cara mendidik anak

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kemenag sebut Tahun 2023 Sebagai Tahun Kerukunan Umat Beragama